Jumat, 01 Juni 2012

Kaya or Miskin


Otak dan perasaan terus beradu. Pertanyaan-pertanyaan yang seharusnya tak perlu dipertanyakan datang silih berganti. Otak terus saja kritis menilai seluruh kehidupan ini. perasaan tak mau menerima kritikan-kritikan yang hanya memojokkan kehidupan yang telah aku miliki. Aku tak pernah merasa kekurangan, meskipun tak bisa pula melakukan hal-hal yang berlebihan. Tapi aku tak pernah merasakan sulitnya makan sesuap nasi. Aku masih bisa memilih dan membeli makanan yang aku mau. Lalu apakah yang salah? Yang salah adalah kenapa aku terkadang masih kurang bersyukur.


Banyak orang yang kaya. Mereka bisa membeli apa yang mereka suka, penting atau tidak penting barang yang dibeli itu. Tak pernah melihat harga tapi yang dilihat adalah merk dagang. Beruntunglah anak yang terlahir kaya, sudah bisa merasakan kemudahan dalam setiap hal yang berhubungan dengan materi. Tapi tak jarang pula yang menjadi anak yang sombong dan menyepelekan segala hal. Wajarlah, mereka tak pernah merasa kesulitan, uang bisa membeli banyak hal yang manusia inginkan. Bermain tak cukup ke luar kota, luar negeri pun sudah jadi list tempat rekreasi mereka. Untuk mendapatkan pendidikan yang bisa dilakukan di negeri sendiri pun kadang-kadang tak dilakukan, sekolah luar negeri menjadi pilihan utama. Tanpa bingung cari beasiswa, tanpa pengiritan hidup, tetap enjoy dengan waktu luang yang banyak tanpa kerja part time tapi uang terus mengalir seperti kran yang tidak juga ditutup. Pertanyaannya lagi, apakah salah jika mereka ingin menikmati hasil kerja orang tua mereka? Apa salah jika mereka memanfaatkan kekayaan orang tua mereka?

Di lain sisi, banyak pula orang miskin. Untuk makan nanti sore saja mereka tak tau mau makan dengan apa, apalagi untuk makan sebulan ke depan, setahun ke depan. mereka tak pernah target-target pasti yang akan mereka lakukan untuk jauh ke depan terutama yang berhubungan dengan uang banyak. Untuk makan saja sudah menghabiskan ruang otak mereka, apalagi untuk memikirkan impian-impian yang terlalu tinggi. Biarkanlah semua mengalir seperti air. Semut yang sekecil itu aja tiap hari masih bisa makan, kenapa manusia yang sebesar ini tak mampu mencari makan, pasti bisa. Kesederhanaan dan menerima apa saja yang mereka dapat adalah karakter sebagian dari mereka. Tapi itu hanya beberapa, lalu bagaimana dengan beberapa yang lain? Beberapa yang lain ada yang tak mau terus-menerus hanya menerima saja seperti itu. Namun, sayangnya ada yang mengalihkan ke hal yang baik tapi ada yang ke hal yang buruk pula. Ketika hal baik itu merasuki sebagian dari mereka, maka mereka lebih berusaha keras dengan memutar otak dan mengandalkan otot untuk kehidupan yang lebih baik. Sama halnya dengan mereka  yang dirasuki hal yang buruk, mereka juga memutar otak dan mengandalkan otot tapi diiringi dengan keinginan yang instant, tak jarang kejahatan mereka lakukan demi perbaikan hidup. Salahkan jika mereka ingin merasakan nikmatnya hidup dengan harta yang berlimpah dan serba kecukupan? Salahkah mereka mereka melakukan kejahatan? Jika salah, mana janji orang-orang yang duduk di kursi yang super duper mahal itu? Apakah undang-undang yang sudah ditulis itu hanya menjadi tulisan tanpa aplikasi? Lalu, siapakah yang seharusnya disalahkan?

Otakku yang masih condong ke idealis terus menilai sisi positif dan negatif dalam segala hal. Perasaanku pun terus mendampingi dengan setia, meluruskan ketika otakku mulai berpikir bengkok, mendorong supaya bisa berjalan lebih cepat ketika otakku menemukan ide yang berlian.

Kita perlu melihat ke atas untuk meningkatkan etos kerja dan mencapai impian kita tapi tak lupa untuk melihat ke bawah untuk selalu bersyukur atas apa aja yang sudah mampu kita dapat. Tapi tak cukup hanya dengan melihat saja, segala sesuatu akan terlihat efeknya ketika sudah diaplikasikan so kita perlu aplikasi. Aplikasi apakah yang bisa kita lakukan? Just do what you can do :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar