Jumat, 08 Maret 2013

IKHLAS, Sulitkah???



“Sesuatu yang paling berharga di dunia ini ialah keikhlasan.” (Yusuf bin Husain Ar-Razi)

Lalu apakah itu ikhlas? Bagaimana bentuknya?
Ikhlas merupakan satu kata sederhana yang memiliki banyak penafsiran. Bisa jadi tiap orang memiliki penafsiran yang berbeda tentang pengertian ikhlas. Ada yang berpendapat bahwa ikhlas berarti hanya mengharap balasan dari Allah. Ada pula yang berpendapat hanya memaksudkan ketaatan kepada Allah, dan lain sebagainya. Pada hakikatnya yang dimaksud adalah sama yaitu untuk mendekatkan diri kepada Allah.
“Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla tidak menerima suatu amal, kecuali jika dikerjakan dengan ikhlas dan ditujukan untuk mengharap wajah-Nya.” (HR. An-Nasa’i)

Lalu mudahkah ikhlas itu?
Abdullah bin Mutharrif berkata, “Mengupayakan keikhlasan dalam amal sampai benar-benar ikhlas lebih sulit daripada beramal itu sendiri.”
Walaupun ikhlas terlihat sepele, namun ternyata pelaksanaannya cukup sulit, terutama bagi yang sudah mengukir otaknya dengan tulisan “ikhlas itu sulit”. Sebab, keikhlasan akan menghalangi dirinya dari keinginan-keinginan dan syahwatnya. Untuk mewujudkan dan mempertahankannya dibutuhkan usaha yang besar.
Ats-Tsauri berkata, “Saya tidak pernah menangani sesuatu yang lebih sulit daripada niat saya. Niat saya sering terbolak-balik.”

Bagaimana mengupayakan keikhlasan?
1. Mengagungkan Allah sebagaimana mestinya
Segala nikmat adalah dari-Nya dan segala kebaikan adalah dari kemurahan-Nya. Jika seorang hamba bisa berbuat sesuatu, itu adalah berkat bantuan Allah. Apapun yang Dia kehendaki pasti terjadi, sementara yang tidak Dia kehendaki tidak akan terjadi.

2. Mempelajari hakikat keikhlasan
Yahya bin Abu Katsir menuturkan, “Pelajarilah niat, sesungguhnya niat itu lebih sulit daripada amal!”
Al-Maqdisi menulis, “Duhai, bagaimana akan baik niat seseorang yang tidak mengerti hakikat niat? Atau bagaimana akan ikhlas seseorang yang membenarkan niat, jika ia tidak mengerti hakikat ikhlas? Atau, bagaimana seseorang yang ikhlas menuntut dirinya untuk tulus, jika ia tidak memahami dengan baik makna ketulusan? Kewajiban pertama seorang hamba yang ingin menaati Allah adalah mengetahui terlebih dahulu apa itu niat agar ia berma’rifah kepada-Nya. Lalu, barulah ia membenarkannya dengan amal, setelah ia memahami hakikat ketulusan dan keikhlasan yang merupakan jalan menuju keselamatan bagi seorang hamba.”

3. Mengingat-ingat pahala ikhlas dan akibat tidak ikhlas
“Sesungguhnya kamu pasti akan merasakan adzab yang pedih. Dan kamu tidak diberi pembalasan melainkan terhadap kejahatan yang telah kamu kerjakan, tetapi hamba-hamba Allah yang dibersihkan (dari dosa). Mereka itu memperoleh rezeki yang tertentu, yaitu buah-buahan. Dan mereka adalah orang-orang yang dimuliakan, di dalam surga-surga yang penuh nikmat, di atas takhta-takhta kebesaran berhadap-hadapan.” (QS. Ash-Shaaffaat : 38-44)

4. Muraqabah dan mujahadah
Caranya dengan mengajukan pertanyaan kepada diri sendiri sebelum beramal. Apakah yang diinginkan? Jika niatnya benar, maka mulai beramal. Jika niatnya tidak benar, maka mesti diluruskan dulu sebelum memasuki gerbang amal.
Umar berpesan, “Waspadalah terhadap hasrat yang ada sebelum terjadi kesalahan. Sesungguhnya, hal itu adalah awal dari kesalahan. Selain itu, janganlah kamu lupa kepada Allah sehubungan dengan isi hati kalian.”

5. Isti’anah atau memohon pertolongan kepada Allah
Caranya dengan menampakkan kebutuhan kepada Allah, memperbanyak doa, dan tawassul kepada-Nya supaya diberi taufik untuk ikhlas karena Allah adalah Zat yang mampu membolak-balikkkan hati dan memalingkannya. Memohon pertolongan kepada-Nya adalah jalan terbaik untuk menggapai keikhlasan dan menepis kebalikannya karena tidak ada daya dan kekuatan untuk beribadah, kecuali dengan pertolongan Allah.
“Hanya kepada-Mu kami beribadah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan.: (QS. Al-Fatihah : 5)

6. Memperbanyak amal ibadah
Setan ingin agar seorang hamba meninggalkan amal ibadah sama sekali atau mengerjakannya tidak sebagaimana mestinya.
Al-Hasan Al-Bashri berujar, “Jika setan melihatmu dan mendapatimu konsisten di dalam menaati Allah, ia akan bosan kepadamu dan berpaling darimu. Namun, jika kamu kadang-kadang taat dan kadang-kadang melanggar, maka setan akan bersungguh-sungguh untuk memperdayaimu.”

7. Meninggalkan ujub dan meremehkan orang lain
Salah satu pintu masuk setan yang paling lapang kepada seorang hamba ialah mendorongnya untuk melihat amalnya, berbangga atasnya, dan berusaha supaya dilihat orang lain disaat melakukannya. Padahal, berbangga atas amal atau ujub merupakan bentuk syirik, menyekutukan Allah dengan diri sendiri.
“Mereka merasa telah memberi nikmat kepadamu dengan keislaman mereka. Katakanlah: "Janganlah kamu merasa telah memberi nikmat kepadaku dengan keislamanmu, sebenarnya Allah Dialah yang melimpahkan nikmat kepadamu dengan menunjuki kamu kepada keimanan jika kamu adalah orang-orang yang benar". (QS. Al-Hujurat : 17)

8. Berkawan dengan orang-orang yang baik
Rasulullah bersabda, “Seseorang itu seakhlak dengan kawan dekatnya maka hendaklah setiap orang melihat siapa yang menjadi kawan dekatnya. Perumpamanaan teman yang baik dan teman yang buruk laksana pembawa minyak wangi dan peniup besi (pandai besi). Pembawa minyak wangi, mungkin kamu membeli minyak wangi darinya atau kamu akan mendapati aroma wanginya. Sedangkan peniup besi mungkin akan membakar pakaianmu atau kamu akan mendapati aroma yang gosong.

9. Meneladani orang-orang yang ikhlas
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS. Al-Ahzab : 21)

10. Menjadikan ikhlas sebagai tujuan
Banyak orang yang ingin ikhlas tapi sedikit sekali yang bisa ikhlas. Jika ingin menjadi orang yang ikhlas jadikanlah ikhlas sebagai tujuan yang senantiasa dikejar.

Sumber : Al-Ba’dani, Faishal bin Ali. 2007. Ikhlas, sulitkah? Solo : Aqwam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar