“Sesuatu
yang paling berharga di dunia ini ialah keikhlasan.” (Yusuf bin Husain Ar-Razi)
Lalu
apakah itu ikhlas? Bagaimana bentuknya?
Ikhlas
merupakan satu kata sederhana yang memiliki banyak penafsiran. Bisa jadi tiap
orang memiliki penafsiran yang berbeda tentang pengertian ikhlas. Ada yang
berpendapat bahwa ikhlas berarti hanya mengharap balasan dari Allah. Ada pula
yang berpendapat hanya memaksudkan ketaatan kepada Allah, dan lain sebagainya. Pada
hakikatnya yang dimaksud adalah sama yaitu untuk mendekatkan diri kepada Allah.
“Sesungguhnya
Allah ‘Azza wa Jalla tidak menerima suatu amal, kecuali jika dikerjakan dengan
ikhlas dan ditujukan untuk mengharap wajah-Nya.” (HR. An-Nasa’i)
Lalu
mudahkah ikhlas itu?
Abdullah
bin Mutharrif berkata, “Mengupayakan keikhlasan dalam amal sampai benar-benar
ikhlas lebih sulit daripada beramal itu sendiri.”
Walaupun
ikhlas terlihat sepele, namun ternyata pelaksanaannya cukup sulit, terutama
bagi yang sudah mengukir otaknya dengan tulisan “ikhlas itu sulit”. Sebab,
keikhlasan akan menghalangi dirinya dari keinginan-keinginan dan syahwatnya. Untuk
mewujudkan dan mempertahankannya dibutuhkan usaha yang besar.
Ats-Tsauri
berkata, “Saya tidak pernah menangani sesuatu yang lebih sulit daripada niat
saya. Niat saya sering terbolak-balik.”
Bagaimana
mengupayakan keikhlasan?
1. Mengagungkan
Allah sebagaimana mestinya
Segala nikmat
adalah dari-Nya dan segala kebaikan adalah dari kemurahan-Nya. Jika seorang
hamba bisa berbuat sesuatu, itu adalah berkat bantuan Allah. Apapun yang Dia
kehendaki pasti terjadi, sementara yang tidak Dia kehendaki tidak akan terjadi.
2. Mempelajari
hakikat keikhlasan
Yahya bin Abu
Katsir menuturkan, “Pelajarilah niat, sesungguhnya niat itu lebih sulit
daripada amal!”
Al-Maqdisi
menulis, “Duhai, bagaimana akan baik niat seseorang yang tidak mengerti hakikat
niat? Atau bagaimana akan ikhlas seseorang yang membenarkan niat, jika ia tidak
mengerti hakikat ikhlas? Atau, bagaimana seseorang yang ikhlas menuntut dirinya
untuk tulus, jika ia tidak memahami dengan baik makna ketulusan? Kewajiban pertama
seorang hamba yang ingin menaati Allah adalah mengetahui terlebih dahulu apa
itu niat agar ia berma’rifah kepada-Nya. Lalu, barulah ia membenarkannya dengan
amal, setelah ia memahami hakikat ketulusan dan keikhlasan yang merupakan jalan
menuju keselamatan bagi seorang hamba.”
3. Mengingat-ingat
pahala ikhlas dan akibat tidak ikhlas
“Sesungguhnya
kamu pasti akan merasakan adzab yang pedih. Dan kamu tidak diberi pembalasan
melainkan terhadap kejahatan yang telah kamu kerjakan, tetapi hamba-hamba Allah
yang dibersihkan (dari dosa). Mereka itu memperoleh rezeki yang tertentu, yaitu
buah-buahan. Dan mereka adalah orang-orang yang dimuliakan, di dalam
surga-surga yang penuh nikmat, di atas takhta-takhta kebesaran
berhadap-hadapan.” (QS. Ash-Shaaffaat : 38-44)
4. Muraqabah
dan mujahadah
Caranya dengan
mengajukan pertanyaan kepada diri sendiri sebelum beramal. Apakah yang
diinginkan? Jika niatnya benar, maka mulai beramal. Jika niatnya tidak benar,
maka mesti diluruskan dulu sebelum memasuki gerbang amal.
Umar berpesan, “Waspadalah
terhadap hasrat yang ada sebelum terjadi kesalahan. Sesungguhnya, hal itu
adalah awal dari kesalahan. Selain itu, janganlah kamu lupa kepada Allah
sehubungan dengan isi hati kalian.”
5. Isti’anah
atau memohon pertolongan kepada Allah
Caranya dengan
menampakkan kebutuhan kepada Allah, memperbanyak doa, dan tawassul kepada-Nya
supaya diberi taufik untuk ikhlas karena Allah adalah Zat yang mampu
membolak-balikkkan hati dan memalingkannya. Memohon pertolongan kepada-Nya
adalah jalan terbaik untuk menggapai keikhlasan dan menepis kebalikannya karena
tidak ada daya dan kekuatan untuk beribadah, kecuali dengan pertolongan Allah.
“Hanya kepada-Mu
kami beribadah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan.: (QS. Al-Fatihah :
5)
6. Memperbanyak
amal ibadah
Setan ingin agar
seorang hamba meninggalkan amal ibadah sama sekali atau mengerjakannya tidak
sebagaimana mestinya.
Al-Hasan
Al-Bashri berujar, “Jika setan melihatmu dan mendapatimu konsisten di dalam
menaati Allah, ia akan bosan kepadamu dan berpaling darimu. Namun, jika kamu
kadang-kadang taat dan kadang-kadang melanggar, maka setan akan
bersungguh-sungguh untuk memperdayaimu.”
7. Meninggalkan
ujub dan meremehkan orang lain
Salah satu pintu
masuk setan yang paling lapang kepada seorang hamba ialah mendorongnya untuk
melihat amalnya, berbangga atasnya, dan berusaha supaya dilihat orang lain
disaat melakukannya. Padahal, berbangga atas amal atau ujub merupakan bentuk
syirik, menyekutukan Allah dengan diri sendiri.
“Mereka merasa
telah memberi nikmat kepadamu dengan keislaman mereka. Katakanlah:
"Janganlah kamu merasa telah memberi nikmat kepadaku dengan keislamanmu,
sebenarnya Allah Dialah yang melimpahkan nikmat kepadamu dengan menunjuki kamu
kepada keimanan jika kamu adalah orang-orang yang benar". (QS. Al-Hujurat
: 17)
8. Berkawan
dengan orang-orang yang baik
Rasulullah
bersabda, “Seseorang itu seakhlak dengan kawan dekatnya maka hendaklah setiap
orang melihat siapa yang menjadi kawan dekatnya. Perumpamanaan teman yang baik
dan teman yang buruk laksana pembawa minyak wangi dan peniup besi (pandai
besi). Pembawa minyak wangi, mungkin kamu membeli minyak wangi darinya atau
kamu akan mendapati aroma wanginya. Sedangkan peniup besi mungkin akan membakar
pakaianmu atau kamu akan mendapati aroma yang gosong.
9. Meneladani
orang-orang yang ikhlas
“Sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah. (QS. Al-Ahzab : 21)
10. Menjadikan ikhlas
sebagai tujuan
Banyak orang
yang ingin ikhlas tapi sedikit sekali yang bisa ikhlas. Jika ingin menjadi
orang yang ikhlas jadikanlah ikhlas sebagai tujuan yang senantiasa dikejar.
Sumber
: Al-Ba’dani, Faishal bin Ali. 2007. Ikhlas, sulitkah? Solo : Aqwam.