Kau tahu tentang hatiku
Yang tak pernah bisa melupakanmu
Kau tahu tentang diriku
Yang selalu mengenangmu selamanya
Lirik nasyid itu melayangkan pikiranku ke hubungan yang telah terjalin selama 4 tahun namun berakhir pada 1 tahun yang silam. Suatu hubungan yang tak ada ikatan yang jelas. Tak ada kesepakatan yang tegas. Tak ada ungkapan yang nyata. Hanyalah sebuah simpati antar sesama yang ternyata aku salah artikan.
Maafkanlah segala khilaf yang telah kita lewati
Tlah membawamu ke dalam jalan yang melupakan Tuhan
Kita memang harus berpisah tuk menjaga diri
Untuk kembali arungi hidup dalam ridho Ilahi
Maaf tuk berpisah, mungkin itulah yang memang seharusnya terjadi pada hubungan ini. Tak perlu ada rasa sakit hati dan tak perlu ada penyesalan karena aku kembali ke jalan yang benar. Tak ada peraturan Nya yang aku langgar lagi kini. Sudah seyogyanya aku bersyukur atas didikan Nya yang secara tak langsung ini. Meskipun aku perlu bertahun-tahun untuk memahaminya, akhirnya aku pun mampu mengambil hikmah Nya.
"Intropeksi diri sendiri dulu" itulah yang terucap dari bibir Ayah tersayangku ketika tahu bahwa anak gadisnya telah tertipu oleh bualan lelaki yang mengaku juga berprinsip sama denganku. Ayah tak menyalahkannya atas kesalahan yang telah dia lakukan kepadaku. Malahan terlihat wajah Ayah lebih bahagia ketika aku tersakiti olehnya meskipun otak dan hatiku selalu bilang bahwa aku tak perlu merasa sakit hati.
Kali inilah, untuk pertama kalinya aku memberikan hatiku ke sosok lelaki yang mendekatiku, lebih banyak daripada biasanya. Pertama kali pula aku mengatakan kepada ibuku bahwa aku ingin pacaran karena suka dengan sosok cowok yang sudah aku kenal lama sebelum dia mendekatiku. Untunglah ibuku tak menanggapi ucapanku secara langsung dan hanya terdiam dengan menatap terus ke arah layar kaca. Hatiku antara takut dan sebal ketika itu. Aku tau ibu pasti kaget mendengar penuturanku waktu itu, meskipun aku sudah kuliah tapi aku belum pernah pacaran dan belum pernah cerita suka dengan siapa dan itulah untuk pertama kalinya, iya, pertama kalinya. Sudah menjadi kebiasaanku, aku tak melakukan apa yang aku inginkan ketika tak ada ucapan setuju dari orang tuaku dan aku pun tak melakukan keinginanku tuk pacaran itu. Namun aku pun sangat bersyukur hingga saat ini karena ucapan setuju itu tak meluncur dari bibir ibuku, tak taulah penyesalan seperti apa yang akan aku rasakan jikalau aku melakukan hasratku untuk pacaran pada waktu itu.
Komunikasi yang sangat jarang sekali dikarenakan kesibukan masing-masing menimbulkan rasa rindu yang bertepi kala itu. Tapi hal itu berubah menjadi rasa syukur saat ini. Aku bersyukur karena hubungan yang tidak terlalu intens, aku tak pernah mengenal lebih dalam tentang keluarganya, kehidupannya, dan semuanya tentang dirinya. Perbincangan ketika aku dan dia komunikasi pun standard, hanya perihal kuliah yang kebetulan jurusannya sama. Untuk berjumpa dan bertatap muka secara langsung pun tak pernah sukses terjadi. Rasa syukur yang teramat dalam karena tak ada kenangan-kenangan lebih yang bisa membuatku membencinya.
Aku tak mau hal itu terulang kembali, aku tak mau melakukan hal seperti itu lagi, aku tak mau melakukan hubungan yang tak pasti dan keliru itu seperti itu lagi. Kini yang aku harapkan adalah cinta suci. Cinta yang benar-benar hanya berharap ridho Nya. Cinta yang berasal dari sosok pria yang benar-benar memahami akan apa artinya cinta dan sosok yang haus akan ilmu Nya, bukan pria yang hanya berlabel alim. Memang aku bukan wanita yang benar-benar sholehah tapi aku berharap mendapatkan sosok imam yang sholeh sehingga aku pun bisa menjadi sholehah.
Bagi teman-teman yang sedang berpacaran atau sekedar dekat dengan sosok pria, lebih baik segeralah mengambil keputusan saja. Mau melanjutkan langsung ke jenjang pernikahan atau memutuskan untuk berpisah demi kebaikan masing-masing. Tak ada yang diuntungkan dengan adanya berpacaran atau sekedar dekat, mungkin yang ada hanyalah kegalauan karena sms tak kunjung di balas, rasa kangen yang dalam karena lama tak berjumpa. Apakah kalian tak memikirkan perasaan kalian ketika rasa itu ternyata ditipu atau ditinggalkan? Ingatlah, perasaan adalah bagian dari tubuh kita, ketika perasaan kita tersakiti maka secara tak langsung, tubuh ini akan merasa tersakiti pula. Marilah kita renungkan hal-hal yang akan atau sedang kita lakukan dan melihat spion untuk tidak mengulangi kesalahan pada masa lampau. Hidup adalah pilihan, seperti apakah hidup yang kita pilih? Itu semua terserah kita, kita berhak memilih pilihan hidup kita beserta resiko yang tak pernah lelah mengikutinya ^_^